Senin, 30 Maret 2020

Penerjemahan Buku



Di tengah malam dalam mimpinya, Khalifah Abbasiyah Al-Ma’mun, putra Khalifah Harus Ar-Rasyid, didatangi seseorang yang berpakaian  rapi dan berjanggut panjang. Orang tersebut tiba-tiba tanpa pengantar memperkenalkan diri berbicara seputar filsafat dengan bahasa asing dan aneh, yang anehnya pula Al-Ma’mun langsung mampu memahami apa yang diutarakannya.

Keduanya pun asyik larut berdiskusi topik-topik yang dalam studi agama kontemporer dikenal dengan Teologi (Tuhan), Kosmologi (Alam), dan Antropologi (Manusia). Ketika terbangun, Al-Ma’mun menerka bahwa orang bijak tersebut adalah Aristoteles. Entah mendapat pesan khusus apa, segera ia mengumpulkan para ilmuwan dan intelektual untuk mendirikan sebuah perpustakaan yang kelak dikenal dengan nama Khizanat Al-Hikmah, yang didalamnya terdapat Bait Al-Hikmah, sebuah pusat study keunggulan untuk dilakukannya penterjemahan besar-besaran buku-buku Yunani, Romawi, Persia, hingga India.

Para ilmuwan dan intelektual tersebut dikirim ke berbagai kota di wilayah-wilayah Bizantium untuk memulai perjalanan mencari dan mengumpulkan karya-karya Aristoteles dalam bahasa Yunani untuk dibawa ke Baghdad.

Dimulailah proses penerjemahan dan pemberian catatan yang dilakukan oleh para ilmuwan seperti Sahl ibn Harun yang sekaligus sebagai direktur Bait Al-Hikmah, Musa Al-Khawarizmi (Matematika dan Astronomi), Abu Sahl ibn Nawbah (Sastra Persia), Abdullah ibn Al-Muqoffa (Sastra) menterjemah karya filosof India, Baidaba dengan Kalilah wa Dimnah-nya, Abu Yahya ibn Al-Batriq (Filsafat) menerjemah Historia Animalum dan Politica-nya Aristoteles dan Tetrabilos-nya Ptolemy atas permintaan khusus Khalifah, Hasan Ibn Sahl As-Sarakhsi (Kedokteran) menerjemah karya-karya Hippocrates dan Galen.

Masing-masing rumpun ilmu mempunyai tim dan anggotanya sendiri. Baghdad sebagai Ibukota Dinasti Abbasiyah pun menjadi kota metropolis yang dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan yang pada suatu masa didalamnya terdapat kurang lebih 36 perpustakaan dengan jumlah koleksi sekitar 360.000 buku dan manuskrip. Belum lagi ditambah koleksi perpustakaan pribadi seperti sejarawan Al-Waqidi, yang konon koleksinya tidak cukup diangkut dengan 600 ekor unta.

Dampak lain adalah iklim masyarakat yang mencintai ilmu pengetahuan dan pengembangannya, terutama mencintai buku, hingga seorang Al-Mutanabbi (Penyair masyhur) yang mengalami suasana Baghdad saat itu bersyair, “Khairu jalisin fi kulli zaman kitabun” (Buku adalah sahabat terbaik manusia sepanjang waktu).

Sumber: Suara Muhammadiyah 19/102/10-24 Muharam 1439 H/1-15 Oktober 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Nilai PAT PKK Kelas XI TBSM

DAFTAR NILAI PKK PENILAIAN AKHIR TAHUN (PAT)      SMK MUHAMMADIYAH 3 SUKOLILO TAHUN PELAJARAN 2019/2020   KELAS            : XI...