Di
tengah malam dalam mimpinya, Khalifah Abbasiyah Al-Ma’mun, putra Khalifah Harus
Ar-Rasyid, didatangi seseorang yang berpakaian
rapi dan berjanggut panjang. Orang tersebut tiba-tiba tanpa pengantar
memperkenalkan diri berbicara seputar filsafat dengan bahasa asing dan aneh,
yang anehnya pula Al-Ma’mun langsung mampu memahami apa yang diutarakannya.
Keduanya
pun asyik larut berdiskusi topik-topik yang dalam studi agama kontemporer
dikenal dengan Teologi (Tuhan), Kosmologi (Alam), dan Antropologi (Manusia). Ketika
terbangun, Al-Ma’mun menerka bahwa orang bijak tersebut adalah Aristoteles. Entah
mendapat pesan khusus apa, segera ia mengumpulkan para ilmuwan dan intelektual
untuk mendirikan sebuah perpustakaan yang kelak dikenal dengan nama Khizanat Al-Hikmah, yang didalamnya
terdapat Bait Al-Hikmah, sebuah pusat
study keunggulan untuk dilakukannya penterjemahan besar-besaran buku-buku
Yunani, Romawi, Persia, hingga India.
Para
ilmuwan dan intelektual tersebut dikirim ke berbagai kota di wilayah-wilayah
Bizantium untuk memulai perjalanan mencari dan mengumpulkan karya-karya
Aristoteles dalam bahasa Yunani untuk dibawa ke Baghdad.
Dimulailah
proses penerjemahan dan pemberian catatan yang dilakukan oleh para ilmuwan
seperti Sahl ibn Harun yang sekaligus sebagai direktur Bait Al-Hikmah, Musa
Al-Khawarizmi (Matematika dan Astronomi), Abu Sahl ibn Nawbah (Sastra Persia),
Abdullah ibn Al-Muqoffa (Sastra) menterjemah karya filosof India, Baidaba
dengan Kalilah wa Dimnah-nya, Abu
Yahya ibn Al-Batriq (Filsafat) menerjemah Historia
Animalum dan Politica-nya
Aristoteles dan Tetrabilos-nya
Ptolemy atas permintaan khusus Khalifah, Hasan Ibn Sahl As-Sarakhsi
(Kedokteran) menerjemah karya-karya Hippocrates dan Galen.
Masing-masing
rumpun ilmu mempunyai tim dan anggotanya sendiri. Baghdad sebagai Ibukota
Dinasti Abbasiyah pun menjadi kota metropolis yang dikenal sebagai pusat ilmu
pengetahuan yang pada suatu masa didalamnya terdapat kurang lebih 36
perpustakaan dengan jumlah koleksi sekitar 360.000 buku dan manuskrip. Belum lagi
ditambah koleksi perpustakaan pribadi seperti sejarawan Al-Waqidi, yang konon
koleksinya tidak cukup diangkut dengan 600 ekor unta.
Dampak
lain adalah iklim masyarakat yang mencintai ilmu pengetahuan dan
pengembangannya, terutama mencintai buku, hingga seorang Al-Mutanabbi (Penyair
masyhur) yang mengalami suasana Baghdad saat itu bersyair, “Khairu jalisin fi kulli zaman kitabun”
(Buku adalah sahabat terbaik manusia sepanjang waktu).
Sumber:
Suara Muhammadiyah 19/102/10-24 Muharam 1439 H/1-15 Oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar