Minggu, 22 Maret 2020

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Pendudukan Jepang dari 1942 hingga 1945 menjadi salah satu masa terkelam bangsa Indonesia. Kehidupan rakyat kala itu sangat memprihatinkan. Tenaga dan sumber daya Indonesia diperas untuk kepentingan perang Jepang. Namun, berkat penjajahan Jepang pula Indonesia bisa punya angkatan perang yang terlatih dan merdeka pada 17 Agustus 1945.

Apa saja dampak pendudukan Jepang bagi kehidupan saat itu?

Dampak politik
Ketika pertama datang ke Indonesia, Jepang disambut gembira oleh rakyat Tanah Air. Jepang mengenalkan dirinya sebagai "saudara tua" dan "pembebas" Asia dari kapitalisme dan imperialisme bangsa Eropa.

Bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya yang tadinya dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, diizinkan oleh Jepang. Setiap pagi, lagu Indonesia Raya diputar di radio. Bendera Merah Putih juga dikibarkan di samping bendera Jepang. Namun itu hanya berlangsung sesaat. Tak berapa lama, Jepang malah melarang pemutaran Indonesia Raya dan pengibaran merah putih.

Media komunikasi seperti surat kabar, majalah, kantor berita, radio, film, dan pertunjukan sandiwara dibatasi dan diawasi ketat. Saluran-saluran itu hanya digunakan untuk propaganda yang menguntungkan Jepang. Jepang kemudian membatasi pergerakan politik masyarakat. Masyarakat diizinkan berorganisasi namun hanya untuk kepentingan perang Jepang. Beberapa organisasi yang berfokus pada kemerdekaan, akhirnya dibubarkan Jepang. Contohnya Putera dan MIAI.

Selama menduduki Indonesia, Jepang memberlakukan sistem pemerintah militer. Seluruh kegiatan masyarakat hingga ke tingkat rukun tetangga dikendalikan dan diawasi orang Jepang. Penduduk setempat akan dibina sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan Jepang. Dengan demikian, gerakan-gerakan kemerdekaan pendudukan setempat dapat dicegah.

Tenaga rakyat diperas. Yang paling menderita adalah romusha, para pekerja paksa. Kebanyakan mereka adalah warga desa yang dipekerjakan secara paksa untuk membangun pangkalan militer, benteng pertahanan, jalan kereta api, dan kepentingan perang lainnya.
Mereka bekerja tanpa upah. Akibatnya banyak yang mati kelaparan. Jika tidak mau bekerja, Jepang akan menyiksa dengan kejam, tak sedikit yang sampai meninggal.

Dampak ekonomi dan sosial
Jepang berencana menguasai seluruh sumber daya Asia Tenggara atau yang mereka sebut Wilayah Selatan. Di Indonesia, Jepang menguasai kilang minyak. Minyak bumi dimanfaatkan Jepang untuk kepentingan perangnya.  Dalam upayanya merebut Indonesia dari Belanda, sejumlah obyek vital dan bangunan dihancurkan.

Akibatnya, pada awal pendudukan Jepang, perekonomian lumpuh. Indonesia yang tadinya baik-baik saja, harus hidup dalam bayang-bayang perang Jepang. Pemerintah Jepang menyita harta milik Belanda atau harta yang dimodali Belanda. Harta itu meliputi perkebunan, bank, pabrik, pertambangan, lisrik, telekomunikasi, dan perusahaan transportasi.

Rakyat yang hidup pada masa pendudukan Jepang sangat menderita. Harta pribadi mereka diminta untuk membiayai perang Jepang. Jumlah gelandangan bertamabah di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Semarang dan Surabaya. Tidak jarang mereka mati kelaparan di jalan atau bawah jembatan. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar. Akibatnya, barang-barang keperluan sulit didapatkan dan semakin sedikit jumlahnya.

Para perempuan juga dipaksa untuk melayani tentara Jepang. Mereka disebut Jugun Ianfu atau wanita penghibur yang mengikuti tentara. Nama resminya adalah teishintai atau barisan sukarela penyumbang tubuh. Di desa, hasil ternak dan hasil tani rakyat pun diambil pemerintah Jepang. Para petani yang tadinya hidup baik-baik saja, dijadikan romusha. Akibatnya, ladang dan kebun tak terurus. Rakyat hanya makan seadanya, seperti ubi-ubian dan daun-daunan.

Tak cuma pangan, urusan sandang pun jadi masalah. Sebelumnya, urusan sandang sangat bergantung pada impor dari Belanda. Selain itu, tanaman kapas terbengkalai dan gagal panen. Akibatnya, rakyat yang tak mempunyai pakaian yang layak. Banyak yang hanya memakai karung hingga lembaran karet mentah. Untuk mengatasi kekurangan sandang, Jepang memaksa petani menanam kapas dan membuka usaha konveksi. Bahkan pada April 1944 sempat diadakan Pekan Pengumpulan Pakaian untuk Rakyat Jelata.


Penyakit kudis dan TBC mewabah. Banyak yang meninggal dalam kondisi mengenasikan. Kehidupan pada era pendudukan Jepang adalah yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Nilai PAT PKK Kelas XI TBSM

DAFTAR NILAI PKK PENILAIAN AKHIR TAHUN (PAT)      SMK MUHAMMADIYAH 3 SUKOLILO TAHUN PELAJARAN 2019/2020   KELAS            : XI...