Pendudukan Jepang dari
1942 hingga 1945 menjadi salah satu masa terkelam bangsa Indonesia. Kehidupan
rakyat kala itu sangat memprihatinkan. Tenaga dan sumber daya Indonesia diperas
untuk kepentingan perang Jepang. Namun, berkat penjajahan Jepang pula Indonesia
bisa punya angkatan perang yang terlatih dan merdeka pada 17 Agustus 1945.
Apa saja dampak
pendudukan Jepang bagi kehidupan saat itu?
Dampak
politik
Ketika pertama datang
ke Indonesia, Jepang disambut gembira oleh rakyat Tanah Air. Jepang mengenalkan
dirinya sebagai "saudara tua" dan "pembebas" Asia dari
kapitalisme dan imperialisme bangsa Eropa.
Bendera Merah Putih dan
lagu Indonesia Raya yang tadinya dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda, diizinkan oleh Jepang. Setiap pagi, lagu
Indonesia Raya diputar di radio. Bendera Merah Putih juga dikibarkan di samping
bendera Jepang. Namun itu hanya
berlangsung sesaat. Tak berapa lama, Jepang malah melarang pemutaran Indonesia
Raya dan pengibaran merah putih.
Media komunikasi
seperti surat kabar, majalah, kantor berita, radio, film, dan pertunjukan
sandiwara dibatasi dan diawasi ketat. Saluran-saluran itu hanya digunakan untuk
propaganda yang menguntungkan Jepang. Jepang kemudian membatasi pergerakan
politik masyarakat. Masyarakat diizinkan berorganisasi namun hanya untuk
kepentingan perang Jepang. Beberapa organisasi yang berfokus pada kemerdekaan,
akhirnya dibubarkan Jepang. Contohnya Putera dan MIAI.
Selama menduduki
Indonesia, Jepang memberlakukan sistem pemerintah militer. Seluruh kegiatan
masyarakat hingga ke tingkat rukun tetangga dikendalikan dan diawasi orang
Jepang. Penduduk setempat akan
dibina sedemikian rupa sehingga mempunyai kepercayaan kepada pasukan-pasukan
Jepang. Dengan demikian, gerakan-gerakan kemerdekaan pendudukan setempat dapat
dicegah.
Tenaga rakyat diperas.
Yang paling menderita adalah romusha, para pekerja paksa. Kebanyakan mereka
adalah warga desa yang dipekerjakan secara paksa untuk membangun pangkalan
militer, benteng pertahanan, jalan kereta api, dan kepentingan perang lainnya.
Mereka bekerja tanpa
upah. Akibatnya banyak yang mati kelaparan. Jika tidak mau bekerja, Jepang akan
menyiksa dengan kejam, tak sedikit yang sampai meninggal.
Dampak
ekonomi dan sosial
Jepang berencana
menguasai seluruh sumber daya Asia Tenggara atau yang mereka sebut Wilayah
Selatan. Di Indonesia, Jepang menguasai kilang minyak. Minyak bumi dimanfaatkan
Jepang untuk kepentingan perangnya. Dalam upayanya merebut Indonesia dari
Belanda, sejumlah obyek vital dan bangunan dihancurkan.
Akibatnya, pada awal
pendudukan Jepang, perekonomian lumpuh. Indonesia yang tadinya baik-baik saja,
harus hidup dalam bayang-bayang perang Jepang. Pemerintah Jepang menyita harta
milik Belanda atau harta yang dimodali Belanda. Harta itu meliputi perkebunan,
bank, pabrik, pertambangan, lisrik, telekomunikasi, dan perusahaan
transportasi.
Rakyat yang hidup pada
masa pendudukan Jepang sangat menderita. Harta pribadi mereka diminta untuk
membiayai perang Jepang. Jumlah gelandangan bertamabah di kota-kota besar
seperti Batavia, Bandung, Semarang dan Surabaya. Tidak jarang mereka mati
kelaparan di jalan atau bawah jembatan. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar.
Akibatnya, barang-barang keperluan sulit didapatkan dan semakin sedikit
jumlahnya.
Para perempuan juga
dipaksa untuk melayani tentara Jepang. Mereka disebut Jugun Ianfu atau
wanita penghibur yang mengikuti tentara. Nama resminya adalah teishintai atau
barisan sukarela penyumbang tubuh. Di desa, hasil ternak dan hasil tani rakyat
pun diambil pemerintah Jepang. Para petani yang tadinya hidup baik-baik saja,
dijadikan romusha. Akibatnya, ladang dan kebun tak terurus. Rakyat hanya makan
seadanya, seperti ubi-ubian dan daun-daunan.
Tak cuma pangan, urusan
sandang pun jadi masalah. Sebelumnya, urusan sandang sangat bergantung
pada impor dari Belanda. Selain itu, tanaman kapas terbengkalai dan gagal
panen. Akibatnya, rakyat yang tak mempunyai pakaian yang layak. Banyak
yang hanya memakai karung hingga lembaran karet mentah. Untuk mengatasi
kekurangan sandang, Jepang memaksa petani menanam kapas dan membuka usaha
konveksi. Bahkan pada April 1944 sempat diadakan Pekan Pengumpulan Pakaian
untuk Rakyat Jelata.
Penyakit kudis dan TBC
mewabah. Banyak yang meninggal dalam kondisi mengenasikan. Kehidupan pada era
pendudukan Jepang adalah yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar